PERKEMBANGAN EMOSI MEMPENGARUHI
TINGKAH LAKU REMAJA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Mata Kuliah Umum Perkembangan Peserta Didik



Oleh :
LIRIA LASE
1200183



UNIVERSITAS NEGERI PADANG

TAHUN 2013


            Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk belajar dan menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan tugas Semester Akhir pada Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Musyrid Ridha dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman, amin.

Padang, Mei 2013


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Emosi adalah suatu perasaan yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Dimasa pertumbuhan remaja, ada banyak permasalahan yang menyangkut tentang perkembangan dan pertumbuhannya. Hal ini berhubungan dengan Masalah penyesuaian diri dengan lingkungan, sesama masyarakat dan orang-orang dewasa di sekitarnya. Yang sering terjadi yaitu masalah  perkembangan intelektual dan emosional remaja mengenai ketidak-seimbangan antara keduanya.
Dalam pembahasan ini, penulis lebih focus pada materi permasalahan emosi pada remaja. Gejala- gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik yang mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa ada mengalami gangguan.
Mengenai permasalahan tersebut, penulis ingin mengangkat dan membahas lebih dalam lagi mengenai perkembangan emosi pada remaja.

B.     Rumusan Masalah
Mengenai pendahuluan diatas dapat kita ketahui bahwa perkembangan emosi itu sangat penting untuk kelangsungan perkembangan dan pertumbuhan remaja. Oleh karena itu, karena keterbatasan penulis baik dari segi waktu, biaya dan sumber buku maka penulis memberi rumusah masalah, yaitu :
1.      Apa itu Emosi dan Perkembangan Emosi
2.      Ciri-ciri emosi padaa remaja
3.      Hubungan emosi dan tingkah laku pada remaja
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja
5.      Usaha guru dan orang tua dalam mengembangkan emosi positif remaja


C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Memberikan pengetahuan tentang emosi remaja dan perkembangannya
2.      Menambah pengetahuan tentang ciri-ciri emosi pada remaja
3.      Menambah pengetahuan tentang pengelompokkan emosi
4.      Memberi pengetahuan tentang upaya guru dan orang tua dalam mengembangkan emosi positif remaja

D.    Kegunaan penulisan
Adapun kegunaan penulisan makalah ini adalah :
1.      Bagi penulis dapat memberi wawasan tentang perkembangan emosi remaja
2.      Bagi pembaca dapat mengetahui informasi seputar emosi remaja
3.      Bagi guru dapat mengetahui apa saja upaya untuk mengembangkan emosi positif remaja
4.      Bagi orang tua dapat menerapkan cara mengembangkan emosi positif bagi anaknya





BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).
Hattersal ( 1985 ) dalam Mudjiran.dkk ( 2007 ) menyatakan bahwa emosi adalah psikologis yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Menurut James & Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
Pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
1.      Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
2.      Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

3.      Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
4.      Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
5.      Cinta   : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan
6.      Terkejut : terkesiap, terkejut
7.      Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8.      Malu : malu hati, kesal
Menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.
Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

B.     Ciri-ciri Emosi Remaja
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi yang ditawarkan kurang bijaksana. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi pada setiap remaja.
Salah satu ciri-ciri remaja menurut Allport (1961) adalah berkurangnya egoisme, sebaliknya tumbuh perasaan saling memiliki. Salah atu tanda yang khas adalah tumbuh kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang yang dicintainya. Ciri lainnya adalah berkembangnya “ego ideal” berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Pada dasarnya usia remaja merupakan masa kritis bagi pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang dalam masa pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana lingkungan yang baik dapat menjurus pada berbagai kelainan tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak kejahatan, termasuk penyalah gunaan obat narkotika serta perilaku seksual.
Pola emosi masa remaja hampir sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Menurut Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
1.      Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
a.       Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
b.      Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
c.       Kemarahan biasa terjadi
d.      Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
e.       Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

2.      Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
a.       “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
b.      Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
c.       Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi yaitu :
1.      Emosi marah
Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja . penyebab timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila mereka Direndahkan, dipermalukan, dihina dan lainnya. Remaja yang sudah cukup matang menunjukkan rasa marahnya tidak lagi dengan berkelahi tapi lebih memilih mengerutu, mencaci atau dalam bentuk ungkapan verbal lainnya.
2.      Emosi takut
Jenis emosi lain yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi takut. Menjelang seorang anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit, kesepian dan lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah keberanian menghadapi rasa takut tersebut.
3.      Emosi cinta / kasih sayang
Jenis emosi ketiga yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi cinta / kasih sayang, emosi ini telah ada sejak bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Faktor ini penting dalam kehidupan remaja adalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada lawan jenis . menurut cole kecenderungan remaja wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan ini terlihat pada sikap kasih sayang terhadap sesama wanita seperti kepada kakak, adik.

C.    Hubungan antara Emosi dan Tingkah Laku
Teori yang membahas mengenai hubungan antara emosi dan gejala- gejalanya kejasmanian termasuk di dalam tingkah lakunya :
1.      Teori Sentral
Bedasarkan teori yang dikemukakan oleh W.B. Cannon gejala kejasmanian timbul akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Sehingga, individu mengalami emosi lebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan- perubahan dalam jasmaninya.
2.      Teori Perifir
Teori ini dikenal dengan teori James-Lange karena W. James dan C. Lange dalam waktu yang hampir bersamaan menemukan teori tentang emosi yang mirip. Mereka berpendapat bahwa perubahan psikologis yang terjadi dalam emosi disebabkan oleh karena adanya perubahan fisiologis. perubahan  fisiologi ini menyebabkan perubahan psikologis yang disebut emosi. Menurut teori ini orang susah karena menangis, orang senang karena tertawa bukan tertawa karena senang.
3.      Teori Kedaruratan Emosi
Teori ini dikenal dengan teori Cannon-Bard karena teori W.B.Cannon diperkuat oleh P.Bard. teori ini menyatakan bahwa emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergensi atau darurat (Bimo,1910:137, Singgih, 1992:131-135).
Dari teori di atas semakin memperjelas hubungan antara emosi dan gejala kejamanian atau tingkah laku. Dari kajian mengenai perilaku sehat dapat dijelaskan bahwa keadaan marah, takut cemas atau akeadaan terangsang lainnya menyebabkan tubuh memproduksi zat adrenalin. Sehingga, dalam waktu yang lama produksi adrenalin akan berlebihan yang mempengaruhi kerja sisitem tubuh. Tekanan darah meningkat, jantung berdetak lebih cepat, pernafasan terganggu, pencernaan berhenti sementara, dsb. Dalam kondisi kronis secara terus- menerus kesehatan menjadi terganggu, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi. Keduanya memicu timbulnya penyakit jantung dan stroke.
Emosi dapat berfungsi sebagai motif yang memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu berbuat atau bertingkah laku. Tingkah laku yang ditimbulkan oleh emosi tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Hal ini dapat ditemui dalam kehidupan sehari- hari misalnya:
1.          Ketika kita mengetahui saudara kita tertimpa bencana, timbul rasa haru, simpati, kemudian kita tergerak untuk memberikan sumbangan.
2.          Sekelompok seporter sepakbola yang menyaksikan tim kesebelasan favorit kalah, timbul perasaan kecewa, jengkel, marah, lalu bertindak brutal dengan merusak stadion.
3.          Pelajar saling mengolok- olok kemudian timbul kemarahan, sakit hati, atau dendam, yang akhirnya menyebabkan perkelahian atau tawuran antar pelajar. Emosi dapat menimbulkan akibat positif maupun negatif. Sebaiknya kita dapat mengelola emosi agar tidak menimbulkan dampak negative yang tidak diinginkan.
D.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja

1.      Perubahan jasmani atau fisik
Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber menyebabkan keadaan tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi kondisi prikis remaja. Tidak setiap remaja siap menerima perubahan yang dialami, karena tidak semuanya menguntungkan. Terutama perubahan tersebut mempengaruhi penampilannya. Hal ini menyebabkan rangsangan didalam tubuh remaja yang sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan psikisnya, khususnya perkembangan emosinya.
2.      Perubahan dalam hubungan orang tua
Orang tua yang mendidik anaknya yang sedang beranjak dewasa dengan cara apa yang dianggap baik oleh orang tua, misal cara yang otoriter, penerapan disiplin yang terlalu  kaku, terlalu mengekang dapat menimbulkan ketegangan antara orang tua dan anak, yang akan mempengaruhi perkembangan emosinya. Kemudian jika penerapan hukuman dilakukan dengan cara yang tidak bijak dapat menyebabkan ketegangan yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan pemberontakan pula, karena pada dasarnya ada kecenderungan remaja untuk melepas diri dari orang tua.
3.      Perubahan dalam hubungan dengan teman-teman
Pada awal remaja biasanya mereka suka membentuk gang yang biasanya pula memiliki tujuan yang positif untuk memenuhi minat bersama mereka, namun jika diteruskan pada masa remaja tengah atau remaja akhir para anggota mungkin membutuhkannya untuk melawan otoritas atau untuk melakukan yang tidak baik. Yang paling sering mendatangkan masalah adalah hubungan percintaan antar lawan jenis dikalangan remaja. Percintaan dikalangan remaja juga terkadang manimbulkan konflik dengan orang tua, karena ada kekhawatiran dari pihak orang tua kalau terjadi hal-hal yang diluar batas sehingga mereka melarang anaknya pacaran.
4.      Perubahan dalam hubungannya dengan sekolah
Menginjak remaja mungkin mereka mulai menyadari betapa pentingnya pendidikan untuk kehidupan dimasa mendatang. Hal ini sedikit banyak dapat menyebabkan kecemasan sendiri bagi remaja. Lebih lanjut berkaitan dengan apa yang akan mereka lakukan setelah lulus. Perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru.
a.       Perubahan yang radikal menyebabkan perubahan terhadap pola kehidupannya.
b.      Adanya harapan sosial untuk perilaku yang lebih matang.
c.       Aspirasi yang tidak realistis.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, kiranya masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja atau peserta didik. Namun dari yang telah diuraikan diatas rasanya telah cukup banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja.
Hurlock ( 2002 ) dalam rahmat menyatakan sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar. Para remaja seringkali tidak menunjukkan perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun sedih. walaupun mereka terkadang merasa takut dan ingin menangis tetapi tidak berani menunjukkan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi kehidupan dan lingkunganlah yang menyebabkan mereka merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya.
Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dari lingkungan serta sekolah dan pemanfaatan media massa berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini. Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu :
1.      Faktor eksternal
Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara individu. Adapun gangguan emosi yang mereka alami antara lain:
a.       Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian yang mereka alami
b.      Merasa di benci di sia-siakan , tidak mengerti dan tidak diterima oleh lingkungan
c.       Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dipatahkan daripada diberi sokongan , dorongan, semangat
d.      Merasa tidak mampu
2.      Faktor eksternal
Menurut Hulrlock dan Cole faktor yang mempengaruhi emosi positif adalah sebagai berikut;
a.       Orang tua dan guru memperlakukan mereka seperti anak kecil sehingga harga diri mereka terasa dilecehkan
b.      Apabila dirintangi anak membina keakraban dengan lawan jenis
c.       Disikapi tidak adil oleh orang tua
d.      Merasa kebutuhannya tidak terpenuhi oleh orang tua
Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti di mana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :
1.      Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan
2.      Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
3.      Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.
4.      Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
5.      Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.
Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional, ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang ditunjukkan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan. Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukkan kemarahan, dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa, sepertinya ia merasa senang.
E.     Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)

1.      Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a.       Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada objek
b.      Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya
c.       Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya

2.      Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3.      Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4.      Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5.      Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6.      Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7.      Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8.      Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9.      Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10.  Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
F.     Usaha Guru dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Emosi Positif Remaja
Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Guru dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1.      Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2.      Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3.      Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4.      Memahami emosi anak.
5.      Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6.      Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.
Setelah mengetahui bagaimana tipe remaja dalam mengekspersikan dirinya, orang tua sebaiknya mempersiapkan diri untuk mengenal lebih jauh dalam membimbing anaknya saat masa remaja, dengan cara berikut :
1.      Kenali mereka lebih dekat yaitu informasi mengenai remaja dan perubahan2 yang terjadi di dalam dirinya.
2.      Kenali perubahan fisik pada remaja dan dampaknya terhadap diri anak.
3.      Kenali perubahan emosi remaja dan caranya mencari perhatian orang tua serta reaksi emosinya dalam menghadapi masalah.
4.      Menciptakan hubungan komunikasi yang hangat, membentuk kebiasaan2 yang positif, memberlakukan aturan dalam keluarga, menyikapi “kesalahan” anak, “mengambil hati” anak dan “mencuri perhatian” anak.
5.      Kenali perubahan lingkungan misalnya peran gender serta rasa keadilan antara pria dan wanita; teman dan permasalahannya; naksir, ditaksir dan pacaran.
6.      Masalah-masalah seksualitas, kelainan seksual dan pengaruh buruk yagn ada di masyarakat.
Tidak hanya remaja yang belajar menghadapi kehidupananya yang “baru” tetapi orang tua juga perlu banyak belajar menghadapi perubahan2 dan menemukan cara terbaik untuk menghadapinya. Telah diketahui bahwa pada masa remaja individu mengalami masa dimana kondisi emosinya meningkat. Peran orang tua, sekolah, dan masyarakat sangat diharapkan dalam rangka membantu para remaja untuk mengontrol dan mengelola emosinya kepada penyaluran yang positif.
Salah satu tugas pendidikan yang mulia adalah  memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik untuk peserta didik sehingga mereka mendapat kesempatan untuk mewujudkan potensinya dalam hal ini adalah potensi intelektual secara optimal.intuk mewujudkan hal tersebut perlu diadakan upaya-upaya yang sungguh-sungguh dan terpadu dari berbagai pihak. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan oleh:
1.      Orang tua
Orang tua diharapkan dapat memberikan lingkungan yang kondusif terhadap perkembangan emosi remaja.memberikan perhatian dan kasih Sayang, meningkatkan komunikasi dua arah, siap menerima keluhan dan mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan yang dialami remaja akan memberikan suasana yang sejuk bagi remaja. Tidak memberikan tuntutan yang berlebihandan menghindari larangan yang tidak terlalu penting serta memberikan pengawasan dan perngarahan secukupnya merupakan hal yang menyanangkan bagi remaja. Pembatasan dan tuntutan terhadap remaja hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan remaja. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya.
Penegakan disiplin dilakukan dengan bijaksana. Penerapan disiplin yang mendidik disertai dengan suatu pengertian terhadap makna disiplin tersebut merupakan pilihan yang baik. Disiplin yang terlalu kaku atau keras, disertai hukuman badan dapat menimbulkan penolakan atau bahkan pemberontakan dari remaja. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan semua pihak.
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah sikap konsisten dari orang tua. Ketidakkonsistenan orangtua dapat menimbulkan kebimbangan remaja dalam perilakunya. Remaja akan mengalami kesulitan dalam menarik simpulan atau mengambil pelajaran dari apa-apa yang yang telah diajarkan oleh orangtuannya. Selain itu diperlukan pula sikap yang tenang, berwibawa, dan arif bijaksana dalam menghadapi luapan emosi oleh para orangtua maupun pendidik.
a.       Orang tua diharapkan memberi stimulasi mental yang cukap. Merangsang dan memuaskan dorongan keingin tahuan anak.
b.      Memberi dorongan, semangat, serta meningkatkan perasaan mampu anak.
c.       Menyediakan sarana dan prasarana belajar yang memadai.
d.      Menciptakan situasi rumah yang kondusif untuk belajar.
e.       Memberikan gizi yang cukup

2.      Sekolah
Sekolah , tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya juga diharapkan dapat menyediakan tempat untuk mentransfer lmu penetehuan, sekolah diharapkan mampu menjadi tempat yang menyenangkan bagi remaja dengan menyediakan fasilitas yang bersifat rekreatif dan positif, sehingga remaja dapat menyalurkan aktifitasnya. Demikian juga pembuatan peraturan-peraturan dan penegakan disiplin di sekolah diharapkan dapat dilakukan dengan bijaksana sehingga mendapat tanggapan yang positif dari para peserta didiknya.tak ketinggalan peran para guru di sekolah. 
Guru diharapkan mampu menjadi orangtua kedua di sekolah. Di samping memberikan ilmu pengetahuan juga memberikan teladan yang baik. Membina hubunga yang baik dengan peserta didik, sabar, pengertian, siap membantu peserta didik yang mengalami kesulitan atau permasalahan, tidak arogan dan sewenang-wenang merupakan sikap yang didambakan oleh para peserta didik untuk melakukan tugas dan kewajibannya dalam rangka mencapai prestasi yang tinggi.
a.       Menyediakan sarana dan prasarana atau fasilitas belajar mengajar yang memmadai.
b.      Menerapkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, tarmasuk didalamnya mempertimbangkan adanya perbedaan individual paserta didik.
c.       Memberi kesempatan peserta didik untuj learning by doing (belajar sambil mengerjakan) atau praktek nyata, tidak hanya diberi penjelasan teoritis saja.
d.      Menciptakan situasi belajra mengajar yang membuat peserta didik mempunyai kebebasan dan keamanan psikologis. Disini peran guru sangat besar untuk menciptakan hal tersebut. Guru dapat memberikan kebebasan dan kesempatan peserta didik untuk mengungkapkan ide, pendapat. Guru memberikan penerimaan yang tulus, penuh pengertian, empati, dan menciptakan situasi yang tidak membuat peserta didik merasa terancam atau terteka. Guru memberikan semangat dan dorongan serta perasaan mampu bagi peserta didik.

3.      Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat menjadi wahana yang baik bagi perkembangan emosi remaja. Menyediakan fasilitas untuk penyaluran emosi remaja secara positif dan memberi contoh yang baik atau memberikan norma-norma dalam mengontrol atau mengelola emosi.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi remaja dalam tumbuh kembangnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Dengan adanya ciri-ciri serta usaha untuk mengembangkan emosi remaja secara tepat, secara bertahap diharapkan seorang remaja mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai generasi harapan bangsa. Untuk itu hendaknya orang tua, guru dan lingkungan masyarakat harus benar-benar dapat memahami bagaimana tumbuh kembang remaja termasuk emosinya. Pembentukan emosi remaja yang sehat yang bertolak pada pembangunan karakter remaja hendaklah dilaksanakan selain jalur pendidikan, keluarga dan sekolah juga dilaksanakan pada lingkungan.
B.     SARAN
Melalui penulisan makalah ini, penulis berharap orang tua, guru, masyarakat maupun pemerintahan dapat mengupayakan lebih giat lagi untuk memberikan sarana dan prasarana sebagai penunjang emosi peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA

Elida  Prayitno, Erlamsyah, 2002. Buku Ajar Psikologi Perkembangan Remaja. Padang : UNP Press

Mudjiran dkk. 2007. Perkembangan peserta didik “bahan pembelajaran untuk tenaga kependidikan sekolah menengah. Padang. UNP press

Sarwono, Sarlito Wirawan, 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Gramedia


Sitti Hartinah. 2009. Pengembangan Peserta Didik. Tegal : Refika Aditama