PENGATURAN TEMPAT DUDUK YANG TIDAK TEPAT DAPAT
MENURUNKAN PRESTASI PESERTA DIDIK
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Pada
Mata Kuliah Manajemen Peserta Didik
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Oleh :
LIRIA LASE
NIM : 1200183
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis
masih diberi kesempatan untuk belajar
dan menyelesaikan
makalah ini. Dimana makalah ini merupakan tugas Semester Akhir pada Mata Kuliah Manajemen
Peserta Didik. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing Buk
Rifma
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman, amin.
Padang, Mei 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran yang efektif
dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas
dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata dengan baik
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru,
dan antar siswa.
Hal yang penting bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru
tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi
seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat
dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini
penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat
memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.
Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas ialah mengarahkan kegiatan
siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak diharapkan melalui
penataan tempat duduk, perabot, pajangan, dan barang-barang lainnya di dalam
kelas.
Sesuai dengan penjelesan tersebut, bahwa penataan ruang kelas atau pengelolaan kelas merupakan upaya yang
dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif,
melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/ fasilitas. Selain itu pengelolaan
kelas dimaksudkan untuk menciptakakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat
mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian pengelolaan kelas berupa
penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk pengelolaan kelas dapat membantu
menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.
Mengenai permasalahan tersebut, penulis ingin
mengangkat dan membahas lebih dalam lagi mengenai pengaturan tempat duduk yang
baik bagi peserta didik.
Mengenai
permasalahan di atas, kita dapat mengetahui bahwa pengaturan tempat duduk
peserta didik itu sangat penting. Pembagian tempat duduk yang salah akan
berdampak pada kelangsungan pembelajaran yang monoton dan tidak bersemangat.
Oleh Karena keterbatasan penulis dalam segi pengetahuan, waktu dan buku sumber
maka penulis memberi rumusan masalah, yaitu :
1.
Apa
makna pengelolaan kelas atau pengaturan kelas
2.
Apa
saja masalah-masalah dalam pengelolaan kelas
3.
Bagaimana
cara penataan ruangan kelas dan tempat duduk
4.
Bagaimana
cara guru mengelola kelas agar menjadi efektif
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Memberikan
pengetahuan tentang makna pengelolaan kelas
2.
Menambah
pengetahuan tentang cara penataan ruang kelas yang baik
3.
Menambah
pengetahuan tentang berbagai masalah dalam pengelolaan kelas
4.
Memberi
pengetahuan tentang upaya guru untuk mengelola kelas agar efektif dalam
pembelajaran
1.
Bagi
penulis dapat memberi wawasan tentang pentingnya pengelolaan kelas
2.
Bagi
pembaca dapat mengetahui informasi seputar cara pengelolaan kelas yang baik
3.
Bagi
guru dapat mengetahui apa saja upaya untuk mengelola kelas agar efektif dalam
pembelajaran
4.
Bagi
calon guru dapat menerapkan nantinya ilmu pengelolaan kelas di pekerjaannya
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam proses
pembelajaran bahwa penguasaan pengetahuan dan keterampilan hidup yang
dibutuhkan siswa dalam menghadapi kehidupan nyata adalah merupakan tujuan
pendidikan. Tetapi dalam proses pembelajaran dalam kelas bagaiamana siswa dapat
menguasai dan memahami bahan ajar secara tuntas masih merupakan masalah yang
sulit. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam satu kelas para siswa adalah
merupakan makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari aspek kecerdasan, pisikologis, biologis.
Dari perbedaan
tersebut maka dapat menimbulkan beragamnya sikap dari anak didik di dalam
kelas. Menjadi tugas guru bagaimana menjadikan keanekaragaman karakteristik
siswa tersebut dapat diatasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal
itu merupakan tugas bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keterampilan
guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak hanya tertuang dalam
penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses
pembelajaran yang baik akan dipengaruhi pula oleh iklim belajar yang kondusif
atau maksimal berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang.
Banyaknya keluhan
guru karena sukarnya mengelola kelas sehingga tujuan pembelajaran sukar untuk
dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi apabila ada usaha yang dapat
dilakukan oleh guru dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan maksimal.
Misalnya penataan ruang kelas berupa pengaturan/ penataan tempat duduk yang
sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung.
Pengelolaan kelas
yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan
pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Dengan
tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil
dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui setelah
diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesuai dengan rumusan
tujuan pembelajaran.
Dari permasalahan
tersebut perlu bagi guru atau calon pengajar mengetahui dan memahami tentang
pengelolaan kelas, salah satunya yaitu pengaturan ruangan kelas berupa penataan
tempat duduk siswa.
Menurut Winataputra (2003), menyatakan bahwa
pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk
mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan
tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal
yang baik dan iklim sosoi- emosional yang positif , serta menciptakan dan
memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif.
Akhmad Sudrajat, menyatakan bahwa:
“Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan
rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu,
penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang
(peserta didik) dan fasilitas”.
Menurut Winzer (Winataputra, 1003: 9.9)
menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam
menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.
Made Pidarta
mengatakan, pengelolaan kelas adalah
proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepatterhadap problem dan situasi
kelas. Ini berrti guru harus bertugas menciptakan, memperbaiki dan memelihara
system/organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya,
bakatnya, energynya pada tugas-tugas individual.
Sudirman N.
(1991:31), pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi
kelas. Karena itu kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang
keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan
rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola dengan
sebaik-baiknya oleh guru.
Pengelolaan kelas
adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan
kondisi kelas yang memungkinkan berlangsung-nya proses pembelajaran yang
kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan
(management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang
(siswa) dan barang/ fasilitas.
Salah satu bentuk
pengelolaan kelas adalah penatan tempat duduk, dimana penatan tempat duduk
perlu memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga keanekaragaman
karakteristik siswa, serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang digunakan
dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri.
Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan kelas adalah
kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi
kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan
maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management)
lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas. Kegiatan guru
tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam
kelas yang diperlukan dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk,
perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara,
ventilasi) dll.
Tingkah laku anak
didik bervariasi. Variasi perilaku anak merupakan permasalahan bagi guru dalam
upaya pengelolaan kelas. Menurut Made Pidarta, masalah-maslah pengelolaan kelas
yang berhubungan dengan perilaku anak didik adalah :
1. Kurangnya kesatuan,
Misalnya dengan adanya kelompok-kelompok, klik-klik dan pertentangan jenis
kelamin.
2. Tidak ada standar
perilaku dalam bekerja kelompok, Misalnya rebut, bercakap-cakap, pergi
kesana-kemari.
3. Reaksi negative
terhadap anggota kelompok, Misalnya rebut, bermusuhan, mengucilkan dan
merendahkan kelompok bodoh.
4. Kelas mentoleransi
kekeliruan-kekeliruan temannya,menerima dan mendorong perilaku anak didik yang
keliru.
5. Mudah mereaksi ke
hal-hal negatif/terganggu, Misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim
yang berubah..
6. Moral rendah,
permusuhan, agresif,, Misalnya dalam lembaga-lembaga yang alat belajarnya
kurang, kekurangan uang.
7. Tidak mampu
menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan,
anggota kelas yang baru, situasi baru.
Variasi perilaku anak
didik menurut Made Pidarta bukan tanpa sebab. Faktor-faktor penyebab itu adalah
:
1. Pengelompokkan
(pandai, sedang, bodoh), kelompok bodoh akan menjadi sumber negative, penolakan
atau apatis.
2. Karakteristik
individual, seperti kemampuan kurang, ketidakpuasan atau dari latar belakang
ekonomi rendah yang menghalangi kemampuannya.
3. Kelompok pandai
merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak seperti dia. Kelompok ini
sering menolak standar yang diberikan oleh guru. Sering juga kelompok ini
membentuk norma sendiri yang tidak sesuai dengan harpan sekolah.
4. Dalam latihan
diharapkan semua anak didik tenang dan bekerja sepanjang jam pelajaran, kalau
ada interupsi atau interaksi mungkin mereka merasa tegang atau cemas. Karena
itu perilaku-perilaku menyimpang seorang dua orang bisa ditoleransi asal tidak merusak kesatuan.
5. Dari organisasi
kurikulum tentang tim teaching, misalnya anak didik pergi dari satu guru ke
guru yang lain dan dari kelompok satu ke kelompok yang lain. Sehinggga tenaga
mereka banyak dipakai berjalan, harus menyesuaikan diri berkali-kali, tidak ada
kestabilan dan harus menyesuaikan terhadap guru dan metode-metodenya (guru
vak). Pengembangan diri yang sesungguhnya bersumber dari hubungan social
menjadi terlambat.
Pembelajaran yang
efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas
dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata dengan
baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan
guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru
dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003: 9.22)
yaitu:
1. Visibility (
Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya
penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan
siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan
yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa
kegiatan pembelajaran.
2. Accesibility (mudah
dicapai)
Penataan ruang harus
dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang
dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk
harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah
dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3. Fleksibilitas
(Keluwesan)
Barang-barang di
dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan
kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika
proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4. Kenyamanan
Kenyamanan disini
berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5. Keindahan
Prinsip keindahan ini
berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif
bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat
berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan
pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan
memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah
laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu
diperhatikan menurut Conny Semawan,dkk. yaitu:
1. Ukuran bentuk kelas
2. Bentuk serta ukuran
bangku dan meja
3. Jumlah siswa dalam
kelas
4. Jumlah siswa dalam
setiap kelompok
5. Jumlah kelompok dalam
kelas
6. Komposisi siswa dalam
kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).
Pengaturan Bangku
Pengaturan bangku
mempunyai peranan penting dalam konsentrasi belajar siswa. Pengaturan bangku
dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai
dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar
semua siswa mampu menangkap pelajran yang diberikan dengan merata, seksama,
menarik, tidak monoton, dan mempunyai sudut pandang bervariasi terhadap
pelajaran yang tengah dikuti.
Sebagaimana diketahui
kemampuan siswa tidak sama. Ada yang cepat untuk menagkap materi dan ada yang
agak lambat, bahkan ada yang sangat lambat. Oleh Karena itu, perlu ada sebuah
strategi jitu untuk menyeimbangkan masalah ini. Salah satu strategi yang bisa
dilakukan adalah dengan mengatur kapan siswa bekerja secara perorangan,
kelompok, berpasangan atau klasikal.
Pengaturan bangku
tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran, yakni
aksebilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang
tersedia, mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian
ke bagian lain dalam kelas, interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi
antar guru, siswa, maupun antar siswa, dan variasi kerja siswa yang
memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau
berkelompok.
Pengaturan bangku
kelas tentu menjadi alternatif menarik bagi terciptanya konsep edutainment
dalam pembelajaran. Dengan variasi tempat duduk sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan dinamisnya gerak siswa dan guru dalam ruangan kelas, tentu
saja siswa akan merasakan kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap
pembelajaran dengan baik.
Ada banyak formasi
pengaturan bangku selain dari formasi konvensional yang sering kita temui di
sekolah-sekolah. formasi-formasi tersebut, sepertibentuk auditorium, lingkaran,
huruf U, kelompok dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, berikut pembahasan
lebih lanjut tentang formasi pengaturan bangku dalam kelas yang memenuhi
unsur-unsur edutainment.
Guru yang telah
memiliki jam mengajar cukup lama tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengelola
kelas waktu berlangsungnya proses pembelajaran. Berbeda dengan guru baru yang
belum memiliki jam mengajar yang banyak. Kebanyakan diantara mereka masih
mencari bentuk atau pola dengan mencontoh gurunya yang mereka sukai pada waktu
mengajar. Tidak terlintas dibenaknya bahwa yang dihadapi ini bukan dirinya pada
waktu dahulu. Akibatnya proses interaksi belajar mengajar yang dikembangkan
terkesan foto copy dari cara gurunya mengajar pada masa lalu.
Pola berfikir
demikian ini banyak terjadi, terutama guru yang memiliki pengetahuan
dedaktik-metodik pengajaran yang minim. Pada lembaga-lembaga kursus peluang
terjadi serupa ini sangat besar, karena para instrukturnya kebanyakan tidak
memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman pengelolaan kelas sesuai dengan
asas dedaktik. Akhirnya proses interaksi belajar-mengajar yang dikembangkan
penuh sesak dengan transfer pengetahuan, minim transfer keperibadian. Akibat
lanjut kelas menjadi tempat penuangan bejana, bukan tempat berinteraksi.
Jika hal tersebut
dilihat dari konsep bisnis, tidak menimbulkan persoalan, karena kelas dipandang
sebagai medan pertemuan antara yang sama-sama membutuhkan. Siswa membutuhkan
penguasaan ilmu sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sedangkan
instruktur membutuhkan imbalan materi sebanyak-banyaknya dalam tempo
sesingkat-singkatnya.
Persoalan akan
menjadi berbeda jika dilihat dari hakekat pembelajaran. Apabila tujuan
kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk pengajaran, maka pengelolaan kelas
secara substansial dengan aspek bisnis benar adanya; namun jika tujuan
kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk pendidikan, maka tidak begitu
tepat. Filosofi ini juga yang akan mendasari bagaimana manajemen pengelolaan
kelas dibentuk atau dikembangkan.
Namun demikian ada
sejumlah rambu-rambu umum yang dapat dijadikan acuan baik pada konsep
pengajaran maupun pendidikan:
1. Kelas dikelola dengan
pola ”semua keperluan”.
Maksudnya bahwa kelas
di seting sedemikian rupa untuk dapat melayani semua kepeluan dari para
pengguna kelas. Model kelas serupa ini banyak dijumpai pada tempat pendidikan
negara-negara berkembang. Kelas seolah ”ruang swalayan”atau one stop service,
semua keperluan untuk guru dan murid ada di sana. Kelas seperti ini jika
diperuntukkan kelas lembaga kursus memang menjadi idaman bagi para muridnya,
karena merasa dimanjakan untuk mendapatkan pelayanan. Bahkan konsep pelayanan
prima sering disalahartikan bahwa kelas serupa inilah yang ideal. Jika konsep
ruang kelas sebagai proses pendidikan, maka tidak semua kepentingan guru dan
murid harus ada di sana. India salah satu negara yang menganut paham ruang
kelas adalah ruang penyelenggaraan pendidikan mandiri. Oleh sebab itu
keperluan-keperluan pribadi murid tidak selamanya ada dan tersedia di kelas.
2. Pencahayaan dan
Kebisingan
Kedua hal di atas
pada akhir-akhir ini sering diabaikan oleh pengelola sekolah dalam menata kelas
sebagai tempat belajar. Banyak tempat-tempat pendidikan pencahayaan ruang tidak
menjadi prioritas. Di samping aspek cahaya juga aspek sirkulasi udara. Akibatnya
para siswa yang belajar cepat merasa lelah karena pengaruh dari pendengaran dan
penglihatan.
Hambatan-hambatan
fisik serupa ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, akibatnya kita
sering melihat pelajar begitu selesai jam belajar, tampak di raut wajahnya
tanda-tanda kelelahan yang begitu penat. Hal ini di samping beban pelajaran
yang diperoleh, juga karena faktor sanitasi lingkungan kelas yang tidak
mendukung. Akibatnya semua itu menumpuk pada diri siswa sebagai peserta didik.
Akibat lanjut dapat dibayangkan bagaimana lelahnya para siswa, dan ini tampak
pada raut wajah mereka masing-masing pada saat selesai proses pembelajaran.
Kelelahan ini semakin
menjadi-jadi jika beban pembelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh
menerima tekanan akibat dari ketidak sehatan lingkungan. Kondisi lingkungan
yang ideal memang sulit diperoleh di daerah kota-kota besar, akan tetapi paling
tidak ada upaya teknologi yang dapat dilakukan agar dampak dari lingkungan
dalam arti fisik dapat dikurangi resikonya. Sebagai contoh untuk mengurangi
tingkat kebisingan suara pada kelas tertentu dapat digunakan dinding peredam,
atau gerahnya suatu ruang dapat ditanggulangi dengan pemasangan AC, dlsbnya.
Tampaknya aspek teknologi menjadi hal yang penting sebagai jalan keluar untuk menghadapi
tantangan alam.
3. Tata letak pengaturan
kursi
Jarak antara kursi
satu dengan kursi untuk siswa tidak ada aturan baku, hanya pada konsep
psikologi sosial disinggung bahwa setiap manusia memiliki teritori atau wilayah
pribadi. Beberapa penelitian yang dilakukan Morgan (1970) ditemukan bahwa orang
merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar sekitar 0,5 s/d 1,00
m. Sedangkan jika lebih dari itu mereka akan merasa tersingkirkan dari
lingkungan.
Berdasarkan itu kita
harus berhati-hati dalam menyusun kursi. Kita harus mengetahui susunan kursi
itu untuk keperluan apa. Jika untuk kepentingan belajar, maka wilayah privacy
harus diciptakan, sebab banyak diantara siswa merasa tidak nyaman karena tidak
memiliki wilayah privacy. Sebaliknya jika itu untuk diskusi, maka jarak antar
kursi harus sedikit rapat guna memudahkan mereka membangun wilayah bersama.
Oleh sebab itu tempat
belajar ideal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat dengan mudah
dipindahkan sesuai kebutuhan. Cara ini memang sudah banyak dilakukan di
tempat-tempat belajar, akan tetapi untuk kelas permanen seperti sekolah sangat
berbeda dibandingkan dengan tempat kursus. Tempat kursus lebih leluasa dalam
mengatur tempat duduk, karena itu kita harus memahami jika tempat kursus akan
mendapat perhatian dari pelanggan, penyusunan kursi merupakan skala prioritas
yang harus tetap diperhatikan dan mampu menarik minat pelanggan.
4. Dinding dan Papan
Tulis
Dinding dimaksud
dalam hal ini adalah warna dinding ruang belajar atau kelas. Banyak penelitian
menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang
berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna yang
dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papan tulis
yang digunakan harus kontras karena akan mempengaruhi hasil tulisan. Adapun
beberapa jenis papan ajuran yang seyogyanya ada pada lembaga pendidikan adalah:
a) Papan tulis
b) Papan putih
c) Papan magnetik
d) Papan Flip
e) Papan Pameran
f) Papan Flanel
g) Papan Gulung
h) Papan Slip
i)
Papan Elektronik
Papan di atas dapat
diadakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran didalam kelas. Namun perlu
diingat keberadaan papan tersebut haruslah sesuai dengan fungsi. Amat tidak
bijak apabila kita membentang semua papan itu di dalam ruang kelas, karena di
samping mempersempit ruang juga mengganggu pemandangan.
5. Lantai ruang
Lantai ruang dimaksud
adalah lantai ruang belajar yang digunakan untuk proses pembelajaran. Ada
sebagaian pendapat ruang belajar harus ditutup karpet, ada sebagian yang
berpendapat tidak harus. Pendapat ini tidak perlu dipertentangkan karena kedua
hal ini tidak berkait langsung dengan proses belajar. Hanya yang dipentingkan
adalah kenyamanan yang tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian
menemukan bahwa warna lantai akan lebih banyak mempengaruhi pandangan jika
kursi yang dipakai adalah model kursi kuliah. Sedangkan jika tempat duduk
dilengkapi meja, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pandangan mata.
Informasi lain menunjukkan bahwa warna dasar lantai cerah lebih berpeluang
meimbulkan rasa segar pada pandangan dibandingkan dengan warna gelap. Untuk ini
alangkah bijaksananya jika kita ingin membangun ruang belajar berkonsultasi
terlebih dahulu pada ahlinya.
Jadi, dapat dikatakan
bahwa tempat bekerja, areal kerja, suasana kelas sangat tergantung pada ukuran
dan bentuk, serta bagaimana bagian-bagian ruang itu :
1. Pengaturan meja guru,
lemari penyimpan dokumen, proyektor OHP dll
Maksudnya ialah
ketiga sarana tadi harus dalam posisi yang berdekatan agar mudah dijangkau oleh
guru dalam mengembangkan interaksi pembelajaran bersama siswa. Tidak ada yang
baku untuk meletakkan benda-benda ini. Apakah harus di posisi depan, samping
atau belakang kelas.
2. Lemari Buku
Maksudnya ialah bahwa
diruang belajar sebaiknya tersedia lemari buku, Lamari ini berfungsi baik untuk
siswa atau untuk guru. Tata letak tidak ada ketentuan yang baku, hanya aspek
estetika dan kepraktisan perlu diperhatikan. Namun demikian untuk menjaga
suasana kelas agar tetap asri hingga menimbulkan suasana belajar yang kondusif,
peletakan lemari buku juga perlu diperhatikan.
Perlengkapan yang
dapat dimasukkan ke dalam lemari buku ini adalah di samping buku ajar, juga
alat-alat pendukung pembelajaran lainnya (OHP, LCD dll). Termasuk hasil tugas
siswa yang belum diambil, sehingga tidak ada alasan proses pembelajaran tidak
berjalan karena tidak ada peralatan.
Setelah kita memahami
kelas sebagai sarana atau tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah
bagaimana mengelola kelas itu agar didalamnya terjadi proses pembelajaran.
Untuk itu kita dapat mengenal beberapa model dalam pengelolaannya.
1. Model Interaksi
Sosial
Model ini menekankan
pada hubungan antarpeserta didik, peserta didik dengan guru/fasilitator, antara
peserta didik dengan alam sekitar. Metode belajar yang paling utama dalam
pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, metode simulasi, bekerja
kelompok, dan metode lain yang berhubungan dengan berkembangnya hubungan sosial
siswa.
2. Model Pembelajaran
Alam Sekitar
Model ini menekankan
pada bahwa peserta didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, atau
merasakan langsung apa yang dipelajari. Minimal bahan yang menjadi topik
pengajaran harus yang dirasakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
3. Model Pembelajaran
Pusat Perhatian
Model ini berprinsip
bahwa peseerta didik harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan
dipersiapkan dalam msyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu
dan anggota masyarakat. Oleh sebab itu peserta didik harus mengenal dirinya
sendiri seperti hasrat dan cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya
seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya.
4. Model Pembelajaran
Sekolah Kerja
Model ini berprinsip
bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga demi
kepentingan masyarakat; dengan kata lain sekolah memiliki kewajiban :
a.
Mempersiapkan tiap peserta didik untuk berkerja
pada lapangan tertentu
b.
Tiap peserta didik wajib menyumbangkan tenaganya
untuk kepentingan Negara
c.
Mewujudkan kedua hal tadi peserta didik wajib
menjaga keselamatan negara.
5. Model Pembelajaran
Individual
Model pembelajaran ini
didisain untk pembelajaran mandiri. Bentuk bentuk pembelajaran ini antara lain
pola pembelajaran modul. Penekanan pada model pembelajaran individual adalah
pada komitmen antara guru dan peserta didik.
6. Model Pembelajaran
Klasikal
Model pembelajaran
klasikal dikenal model yang paling efisien. Pembelajaran secara klasikal ini
memberikan arti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu:
mengelola kelas dan mengelola pembelajaran.
Pada prinsipnya semua
model di atas adalah merupakan arahan kepada penyelenggara pendidikan bahwa
lembaganya dalam melaksanakan program pendidikannya mengambil model yang mana. Dan
masih ada beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran kooperatif ini. Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu
memperhatikan jumlah siswa dalam satu kelas yang kan disesuaikan pula dengan
metode yang akan digunakan.
Hal yang tidak boleh
kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya
menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang
guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari
aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting
karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan
suasana yang nyaman bagi para siswa.
Menurut Abu Ahmadi
dan Widodo Supriyono melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan
persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan
perbedaan dimaksud adalah :
1.
Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan
(inteligensi).
2.
Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan
3.
Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar
4.
Persamaan dan perbedaan dalam bakat
5.
Persamaan dan perbedaan dalam sikap
6.
Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan
7.
Persamaan dan perbedaan dalam
pengetahuan/pengalaman
8.
Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri
jasmaniah
9.
Persamaan dan perbedaan dalam minat
10.
Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita
11.
Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan
12.
Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian
13.
Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan
tempo perkembangan
14.
Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang
lingkungan.
Berbagai persamaan
dan perbedaan kepribadian siswa di atas, sangat berguna dalam membantu usaha
pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola
pengelompokan siswa dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok
guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan
belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat terlaksana.
Penempatan siswa
kiranya harus mempertimbangan pula pada aspek biologis seperti, postur tubuh
siswa, dimana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi dan atau rendah.
Dan bagaimana menempatkan siswa yang mempunyai kelainan dalam arti secara
psikologis, misalnya siswa yang hiper aktif, suka melamun, dll.
Tujuan utama penataan
lingkungan fisik kelas ialah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya
tingkah laku siswa yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot,
pajangan, dan barang-barang lainnya di dalam kelas.
Penataan tempat duduk
adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena
pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai.
Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi
belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Winzer (Winataputra, 2003: 9-21) bahwa “penataan lingkungan kelas yang
tepat berpengaruh terhadap tingkat keterlibatan dan partisipasi siswa dalam
proses pembelajaran. Lebih jauh, diketahui bahwa tempat duduk berpengaruh
jumlah terhadap waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan”.
Sesuai dengan maksud
pengelolaan kelas sendiri bahwa pengelolaan kelas merupakan upaya yang
dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif,
melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/ fasilitas. Selain itu pengelolaan
kelas dimaksudkan untuk menciptakakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat
mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian pengelolaan kelas berupa
penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk pengelolaan kelas dapat membantu
menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.
BAB III
PEMBAHASAN
Peserta didik mengikuti proses belajar mengajar di
dalam kelas, hal ini berhubungan dengan kenyamanan peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Yang paling berpengaruh adalah posisi
tempat duduk peserta didik yang kadang kala tidak memberi kenyaman bagi peserta
didik yang bersangkutan. Bisa saja diawal tahun ajaran baru, guru membebaskan
peserta didik memilih sendiri tempat duduk yang akan ditempatinya. Guru memakai
pendekatan Friends Grouping yang artinya pengelompokkan peerta didik berdasarkan
pada kesukaan peserta didik dalam memilih teman untuk menjadi kelompoknya.
Pendekatan Friend Grouping ini memang baik bagi
peserta didik, karena peserta didik akan cepat akrab, bebas dan terbuka dalam
kelompoknya. Namun bisa saja jika salah satu anggota peserta didik mengarah
kepada hal-hal negative, maka anggota yang lain akan ikut-ikutan. Oleh karena
itu guru hrus pandai dalam melakukan pengelolaan kelas.
Pengaturan
ruang kelas adalah Proses seleksi dan penggunaan alat – alat yang tepat terhadap problem dan situasi
kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki,
dan memelihara sistem / organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada
tugas – tugas individual. Pengaturan
ruang kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Karena itu, kelas mempunyai peranan
dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses
interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas
harus dikelola sebaik – baiknya oleh guru.
Pengaturan
ruang kelas di perlukan karena dari hari ke hari dan bahkan dari waktu – waktu tingkah laku dan perbuatan
anak didik selalu berubah. Hari ini anak didik dapat belajar dengan baik dan tenang,
tapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya di
masa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat.
Karena itu kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap mental, dan emosional anak didik. Tingkah laku anak didik bervariasi.
Variasi perilaku anak merupakan permasalahan
bagi guru dalam upaya pengelolaan kelas.
Dalam menciptakan
suasana belajar yang mengairahkan, perlu memperhatikan pengaturan
/ penataan ruang kelas / belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar
hendaknya memungkinkan anak
didik duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa. Sebagian besar pengaturan tempat
duduk di sekolah-sekolah berpusat pada guru yang berarti semua mengarah pada
guu. Jika kita tinjau lebih jauh dengan cara tersebut siswa lebih banyak
mendengar, menghafal, bahan-bahan yang diberikan oleh gurunya dan mengulanginya
pada waktu ujian. Hal ini akan mengakibatkan siswa menjadi pasif. Proses
belajar ini terkadang kurang memperhatikan perbedaan-perbedaan individu
siswanya. Karena guru hanya menuntut siswanya menerima semua materi yang disampaikan
dan berhasil dalam ujian tanpa memperhatikan sisi lain kebutuhan siswa.untuk
mengaktualisasikan diri mengembangkan semua potensi yang dimiliki.
Dalam tahun ajaran
baru, ada juga guru yang menyusun sendiri letak dan posisi duduk peserta
didiknya. Mungkin dengan cara melihat tinggi dan rendahnyafiik peserta didik.
Yang tinggi diletakkan dibelakang, sedangkan yang rendah di depan. Hal ini
kurang baik juga bagi yang diletakkan di belakang, mereka akan merasa
diasingkan sendiri oleh guru. Posisi tempat duduk peserta didik sangat
berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
Contoh : SMKN 3 Padang. Aini
berasal dari SMP 8 Padang yang di masa SMPnya Aini tidak terlalu pintar.
Prestasinya biasa-biasa saja. Pada tahun ajaran baru semester 1 di awal SMK,
Aini memilih tempat duduk bagian depan di kelas barunya. Dalam semester 1 itu
Aini belajar dengan focus. Mungkin karena pengaruh dia duduk di bagian depan,
guru akan lebih memperhatikannya. Tugas-tugas rumahnya selalu selesai dirumah,
tak pernah sekalipun Aini mengerjakan tugas rumahnya di sekolah. Aini mengaku
bahwa salah satu penyebabnya adalah Aini takut kalau guru akan menanyakan
tugasnya terlebih dahulu dari pada tugas teman-temannya, karena meja guru
berhadapan langsung di depan mejanya. Saat itu aini menjadi murid yang disayang
oleh setiap guru yang masuk.
Di semester 2, Aini
memilih tempat duduk yang sama. Berhubung masih dikelas yang sama juga. Aini
tetap berprestasi hingga diakhir semester 2 Aini mendapat peringkat 3. Karena
masih ada temannya yang lebih pintar darinya di kelas tersebut. Aini merasa tak
menyangka bisa meraih peringkat 3 karen semasa SMP Aini tidak pernah mendapat
peringkat 10 besar.
Di semester 3, Aini
pindah kelas. Tapi teman-teman sekelas Aini masih tetap teman lamanya
disemester 1 dan 2. Hari pertama Aini tidak masuk kelas, karena sakit. Akhirnya
hari kedua Aini mendapat sisa bangku paling belakang disudut kelas. Saat itu
Aini berada diantara teman-temannya yang pemalas dan sering mencontek tugas
rumah. Dalam pembelajaran semester 3, Aini mulai terlihat pemalas dan tidak
semangat dalam belajar. Kadang Aini membuat tugas kadang tidak, karena memang
guru tidak terlalu mencek tugas-tugas yang diberikan. Akhirnya pada penerimaan
lapor semester 3, Aini mendapat peringkat 9 di kelas.
Semester 4 Aini
bertukar tempat duduk. Di duduk di bagian tengah kelas. Karena saat itu ada
teman yang bersedia menukarkan tempat duduknya. Aini kembali rajin dalam
pembelajaran, hanya saja kadang-kadang tugas rumahnya lupa dikerjakan atau
tidak dibuat sama sekali. Dan hasilnya pun Aini mendapat peringkat 5 di
semester 4.
Awal tahun ajaran
baru di semester 5, Aini kembali memilih tempat duduk paling depan. Seperti
tempat duduknya di semester 1 dan 2. Semangat belajar Ainipun kembali seperti
semangat di semester 1 dan 2. Aini mengerjakan tugasnya dengan rajin di rumah.
Dan akhirnya di semester 5 Aini mendapat peringkat 2 di kelas.
Dari studi kasus di atas dapat
diketahui bahwa posisi dan lingkungan tempat duduk peserta didik sangat
mempengaruhi prestasi peserta didik itu sendiri. Dengan siapa peserta didik itu
bergaul, itu akan menyebabkan prestasinya naik atau turun. Dalam hal ini guru
harus kritis menyusun tempat duduk peserta didik. Guru harus mampu menciptakan
iklim belajar yang nyaman, aman dan kondusif.
BAB IV
PENUTUP
Ruang kelas merupakan
lingkungan pembelajaran baik bagi guru maupun peserta didik. Agar tercipta
suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan pengaturan/penataan
ruang kelas/belajar. Wujud penataan kelas seperti pengaturan tempat duduk, pengaturan
alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas dan ventilasi
serta tata cahaya ruang kelas memberikan pengaruh bagi gairah belajar siswa
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kondisi dan posisi
tempat duduk dapat menentukan tingkat aktivitas belajar siswa di kelas. Hal
tersebut sisebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan membantu siswa untuk
tenang dalam belajar dan apat pula menimbulkan gairah belajar siswa.
Menata ruang kelas
harus dikomunikasikan kepada siswa agar terjadi kesepakatan sehingga
terciptanya ruang kelas yang nyaman serta sekaligus memberikan pembelajaran
yang bermakna kepada siswa. Kiranya perlu menjadi perhatian bagi guru dan
bahkan calon pengajar bahwa keterampilan mengelola kelas salah satunya penataan
tempat duduk harus dikuasai. Pengelolaan kelas menyangkut kepada menciptakan
iklim atau kondisi belajar yang kondusif dan maksimal. Melalui penataan tempat
duduk yang tepat diharapkan akan menfasilitasi siswa untuk belajar dengan
aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan, dkk.,
1985.Pendekatan Ketrampilan Proses Bagaiman Mengaktifkan Siswa dalam Belajar.
Jakarta: Gramedia.
Djamarah, syaiful
Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :
Rineka Cipta
Evertson, Carolyn, dkk. 2011. Manajemen Kelas. Jakarta:
Kencana Predana Media Group
Hadiyanto. 2000. Manajemen Peserta Didik.
Padang. UNP Press
Marland, Michael. 1990. Seni Mengelola Kelas. Semarang
: Dahara Prize
Prihatin, Eka. 2011. Manajemen Peserta Didik.
Bandung: Alfabeta.
0 komentar:
Posting Komentar